03/07/2012

Senin, 02 Juli 2012

Struktur Kepribadian Id, Ego dan Superego Sigmund Freud






Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen. Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego dan superego yang bekerja sama untuk menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

1.  Id

Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian.
Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan negara atau ketegangan.

Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.

2.   Ego

Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s.

3.   Superego

Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian.

Ada dua bagian superego:

Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.

Interaksi dari Id, Ego dan superego

Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau terlalu mengganggu.
Menurut Freud, kunci kepribadian yang sehat adalah keseimbangan antara id, ego, dan superego.

Metode Penelitian Kualitatif

Menurut Sukmadinata (2005) dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002).

Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005).Metode Penelitian Kualitatif

Ada  lima ciri pokok karakteristik metode penelitian kualitatif yaitu:

1.      Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku berlangsung.
2.      Memiliki sifat deskriptif analitik
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.
3.      Tekanan pada proses bukan hasil
Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapar dilakukan dengan ukuran frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan di mana dan pada saat mana proses itu berlangsung. Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentaransformasi data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi yang telah diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian tersebut.
4.      Bersifat induktif
Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan.
5.       Mengutamakan makna
Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru, mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan tepat.
Berdasarkan ciri di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Generalisasi tak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks dan situasi tertentu. Realitas yang kompleks dan selalu berubah menuntut peneliti cukup lama berada di lapangan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Bogdan dan Biklen (1992) menjelaskan bahwa bahwa ciri-ciri metode penelitian kualitatif ada lima, yaitu:
  • Penelitian kualitatif mempunyai setting yang alami sebagai sumber data langsung, dan peneliti sebagai instrumen kunci.
  • Penelitian kualitatif adalah penelitian yang deskriptif. Data yang dikumpulkan lebih banyak kata-kata atau gambar-gambar daripada angka
  • Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada produk. Hal ini disebabkan oleh cara peneliti mengumpulkan dan memaknai data, setting atau hubungan antar bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses.
  • Peneliti kualitatif mencoba menganalisis data secara induktif: Peneliti tidak mencari data untuk membuktikan hipotesis yang.mereka susun sebelum mulai penelitian, namun untuk menyusun abstraksi.
  • Penelitian kualitatif menitikberatkan pada makna bukan sekadar perilaku yang tampak.
Atas dasar penggunaanya, dapat dikemukakan bahwa tujuan penelitian kualitatif dalam bidang pendidikan yaitu untuk:
  1. Mendeskripsikan suatu proses kegiatan pendidikan berdasarkan apa yang terjadi di lapangan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk menemukenali kekurangan dan kelemahan pendidikan sehingga dapat ditentukan upaya penyempurnaannya.
  2. Menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa pendidikan yang terjadi di lapangan sebagaimana adanya dalam konteks ruang dan waktu serta situasi lingkungan pendidikan secara alami.
  3. Menyusun hipotesis berkenaan dengan konsep dan prinsip pendidikan berdasarkan data dan informasi yang terjadi di lapangan (induktif) untuk kepentingan pengujian lebih lanjut melalui pendekatan kuantitatif.
Bidang kajian penelitian kualitatif dalam pendidikan antara lain berkaitan dengan proses pengajaran, bimbingan, pengelolaan/manajemen kelas, kepemimpinan dan pengawasan pendidikan, penilaian pendidikan, hubungan sekolah dan masyarakat, upaya pengembangan tugas profesi guru, dan lain-lain. Selain penelitian kualitatif yang digunakan dalam bidang pendidikan adalah penelitian tindakan kelas.

Contoh RPP Bimbingan Konseling


RENCANA PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Identitas
  1. Sekolah                                   : MA Bahrul ‘Ulum Perak Jombang
  2. Kelas / Semester                    : XI / I
  3. Bidang Bimbingan                   : Bimbingan Pribadi
  4. Strategi layanan                      : Konseling Individu
  5. Topik / Baahasan                    : Rasa Percaya Diri
  6. Waktu Pelaksanaan                : 30 Menit
  7. Aspek Perkembangan            : Pemahaman dan Pengembangan Individu
  8. Tugas Perkembangan            : Memiliki perasaan positif tentang percaya diri                  terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri klien
  9. Standar Kompetensi               : Mampu memahami dan mengembangkan rasa percaya diri dengan benar dalam kehidupan sehari hari
  10. Indikator                                  : Mampu mendiskripsikan masalah yang sedang dihadapi dan mampu membuat langkah-langkah pemecahan masalah yang dihadapi
  11. Nilai karakter yang dikembangkan     : Komunikatif, kejujuran, bertanggung jawab

B. Tujuan Kegiatan
Konseli mampu memahami dan mengembangan rasa percaya diri terhadap perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada dirinya sehingga konseli dapat menerima keadaan diri, mengarahkan diri, dan memperoleh perasaan percaya diri dengan benar.

C. Materi Kegiatan
Mengembangkan rasa percaya diri

D. Uraian Kegiatan

TAHAP
URAIAN KEGIATAN
NILAI KARAKTER
Pembukaan
  1. Konselor membangun hubungan yang baik dengan konseli sehingga ada kepercayaan dari konseli dan mau terlibat dalam proses konseling
  2. Menjelaskan kepada konseli kunci kebarhasilan konseling adalah dengan terpenuhinya asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan
  3. Konselor berusaha memprediksi masalah dan merancang teknik yang akan dilakukan
  4. Konselor melakukan kontrak kepada konseli berkaitan dengan waktu konseling, berbagi tugas serta saling bertanggung jawab
Komunikatif
Inti
  1. Konselor menjelajahi permasalahan konseli
  2. Konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk menceritakan tentang keadaan yang sedang dialaminya, termasuk perubahan fisik dan psikis yang dialaminya yang menurutnya mengganggu perasaannya
  3. Konselor bersama konseli melakukan penilaian kembali terhadap permasalahan yang dihadapi konseli
  4. Konselor menunjukkan sikap tidak percaya diri dan sikap percaya diri, manfaatnya dan cara penerapannya dalam kehidupan sehari hari
  5. Konselor membantu konseli untuk :
a.    Memahami dan mengembangkan rasa percaya diri disekolah dan dirumah
b.    Memotivasi konseli agar bersedia menerima perubahan diri baik fisik maupun psikisnya saat ini
c.    Memberikan kepercayaan kepada konseli bahwa ia mampu menjadi pribadi yang lebih baik dengan perubahan yang terjadi dalam dirinya
d.    Memotivasi konseli untuk selalu bersikap percaya diri dalam setiap perilaku kehidupan
Jujur
Penutup
  1. Konselor bersama konseli berdiskusi bersama tentang penerapan sikap percaya diri
  2. Konselor bersama konseli membuat kesimpulan mengenai proses hasil konseling
  3. Menyusun tindakan yang harus dan akan dilakukan oleh konseli berdasarkan kesepakatan yang telah dibangun
  4. Memberikan arahan kepada konseli agar ia dapat menerima apa yang terjadi dalam dirinya dengan ikhlas dan bijak
  5. Mengevaluasi jalannya proses konseling

Bertanggung jawab

E. Metode / Model : Gestalt
F. Media / Alat :
G. Evaluasi :
a)    Evaluasi hasil / produk : penilaian segera, penilaian jangka pendek, dan penilaian jangka panjang
b)    Evaluasi Proses : Konseli dapat memahami perubahan yang terjadi dalam dirinya baik fisik maupun psikisnya sehingga ia tetap mampu mengembangkan dirinya dengan sikap percaya diri.

H. Tindak Lanjut :
a)    Pemantauan dan melaksanakan konseling lanjutan apabila dibutuhkan
b)    Membangun kerjasama dengan orang tua, guru dan teman agar ikut serta mengembangkan dan mendukung sikap percaya diri konseli.


Mengetahui,                                                                            Jombang, 25 Juni 2012
Koordinator Guru BK                                                                          Konselor



(.........................................)                                                     (.........................................)

Minggu, 01 Juli 2012

Contoh Daftar Masalah Dalam AUM


001.    Badan terlalu kurus, atau terlalu gemuk
002.    Warna kulit kurang memuaskan
003.    Berat badan terus berkurang, atau bertambah.
004.    Badan terlalu pendek, atau terlalu gemuk.
005.    Secara jasmaniah kurang menarik.
006.    Belum mampu memikirkan dan memilih pekerjaan yang akan dijabat nantinya.
007.    Belum mengetahui bakat diri sendiri untuk jabatan/pekerjaan apa.
008.    Kurang memiliki pengetahuan yang luas tentang lapangan pekerjaan dan seluk beluk jenis-jenis pekerjaan.
009.    Ingin memperoleh bantuan dalam mendapatkan pekerjaan sambilan untuk melatih diri bekerja sambil sekolah.
010.    Khawatir akan pekerjaan yang dijabatnya nanti; jangan-jangan memberikan penghasilan yang tidak mencukupi.
011.    Terpaksa atau ragu-ragu memasuki sekolah ini.
012.    Meragukan kemanfaatan memasuki sekolah ini.
013.    Sukar menyesuaikan diri dengan keadaan sekolah.
014.    Kurang meminati pelajaran atau jurusan atau program yang diikuti.
015.    Khawatir tidak dapat menamatkan sekolah pada waktu yang direncanakan.
016.    Fungsi dan/atau kondisi kesehatan mata kurang baik.
017.    Mengalami gangguan tertentui karena cacat jasmani.
018.    Fungsi dan/atau kondisi kesehatan hidung kurang baik.
019.    Kondisi kesehatan kulit sering terganggu.
020.    Gangguan pada gigi.
021.    Ragu akan kemampuan saya untuk sukses dalam bekerja.
022.    Belum mampu merencanakan masa depan.
023.    Takut akan bayangan masa depan.
024.    Mengalami masalah karena membanding-bandingkan pekerjaan yang layak atau tidak layak untuk dijabat.
025.    Khawatir diperlakukan secara tidak wajar atau tidak adil dalam mencari dan/atau melamar pekerjaaan.
026.    Sering tidak masuk sekolah.
027.    Tugas-tugas pelajaran tidak selesai pada waktunya.
028.    Sukar memahami penjelasan guru sewaktu pelajaran berlangsung.
029.    Mengalami kesulitan dalam membuat catatan pelajaran.
030.    Terpaksa mengikuti mata pelajaran yang tidak disukai.

031.    Fungsi dan/atau kondisi kerongkongan kurang baik atau sering terganggu,misalnya serak.
032.    Gagap dalam berbicara.
033.    Fungsi dan/atau kondisi kesehatan telinga kurang baik.
034.    Kurang mampu berolahraga karena kondisi jasmani yang kurang baik.
035.    Gangguan pada pencernaan makanan.
036.    Kurang yakin terhadap kamampuan pendidikan sekarang ini dalam menyiapkan jabatan tertentu nantinya.
037.    Ragu tentang kesempatan memperoleh pekerjaan sesuai dengan pendidikan yang diikuti sekarang ini.
038.    Ingin mengikuti kegiatan pelajaran dan/atau latihan khusus tertentu yang benar-benar menunjang proses mencari dan melamar pekerjaan setamat pendidikan ini.
039.    Cemas kalau menjadi penganggur setamat pendidikan ini.
040.    Ragu apakah setamat pendidikan ini dapat bekerja secara mandiri.
041.    Gelisah dan/atau melakukan kegiatan tidak menentu sewaktu pelajaran berlangsung, misalnya membuat coret-coretan dalam buku,cenderung mengganggu teman.
042.    Sering malas belajar.
043.    Kurang konsentrasi dalam mengikuti pelajaran.
044.    Khawatir tugas-tugas pelajaran hasilnya kurang memuaskan atau rendah.
045.    Mengalami masalah kerena kemajuan atau hasil belajar hanya diberitahukan pada akhir catur wulan.
046.    Sering pusing dan/atau mudah sakit.
047.    Mengalami gangguan setiap datang bulan.
048.    Secara umum merasa tidak sehat.
049.    Khawatir mengidap penyakit turunan.
050.    Selera makan sering terganggu.
051.    Hasil belajar atau nilai-nilai kurang memuaskan.
052.    Mengalami masalah dalam belajar kelompok.
053.    Kurang berminat dan/atau kurang mampu mempelajari buku pelajaran.
054.    Takut dan/atau kurang mampu berbicara di dalam kelas dan/atau di luar kelas.
055.    Mengalami kesulitan dalam ejaan, tata bahasa dan/atau perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia.
056.    Mengalami masalah dalam menjawab pertanyaan ujian.
057.    Tidak mengetahui dan/atau tidak mampu menerapkan cara-cara belajar yang baik.
058.    Kekurangan waktu untuk belajar.
059.    Mengalami masalah dalam menyusun makalah, laporan atau karya tulis lainnya.
060.    Sukar mendapatkan buku pelajaran yang diperlukan.
061.    Mengidap penyakit kambuhan.
062.    Alergi terhadap makanan atau keadaan tertentu.
063.    Kurang atau susah tidur.
064.    Mengalami gangguan akibat merokok atau minuman atau obat-obatan.
065.    Khawatir tertular penyakit yang diderita orang lain.

Sabtu, 30 Juni 2012

Kecerdasan Majemuk

Kecerdasan ( intelegensi ) adalah kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru. Kemampuan kognitif, psikomotor, dan afektif yang dimiliki seseorang disebut dengan kecerdasan. ( Amsal Amri, 2008 : 49 ), sedangkan Howard Garder ( dalam Sunaryo Kartadinata, 2008 : 6 ) mendefinisikan kecerdasan sebagai :
1. Kemampuan memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan nyata.
2. Kemampuan melahirkan masalah baru untuk dipecahkan.
3. Kemampuan menyiapkan atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan kultur tertentu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang tidak akan semuanya sama dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki orang lain, karena kemampuan banyak jenisnya ( beranekaragam ), dan keanekaragaman dari kemampuan-kemampuan itu disebut dengan kecerdasan majemuk ( multiple intelegensi ).
Kecerdasan majemuk yang merupakan keanekaragaman kemampuan yang menyangkut beberapa bidang.
Menurut Gardner, 1983 ( dalam Linda Campbell, 2006 ) kecerdasan atau intelegensi ada 10 macam yaitu:
1. Kecerdasan linguistic ( Linguistik intelligence )
Adalah kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekpresikan dan menghargai makna yang komplek, yang meliputi kemampuan membaca, mendengar, menulis, dan berbicara.
2. Intelegensi logis-matematis ( Logical matematich)
Adalah kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis serta menyelesaikan operasi-operasi matematika,
3. Intelegensi Musik ( Musical intelegence )
Intelegensi musik adalah kecerdasan seseorang yang berhubungan dengan sensitivitas pada pola titik nada, melodi, ritme, dan nada. Musik adalah bahasa pendengaran yang menggunakan tiga komponen dasar yaitu intonasi suara, irama dan warna nada yang memakai system symbol yang unik.
4. Intelegensi kinestetik.
Kinestetik adalah belajar melalui tindakan dan pengalaman melalui panca indera.
Intelegensi kinestetik adalah kemampuan untuk menyatukan tubuh atau pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati pada actor,atlet atau penari, penemu, tukang emas, mekanik..
5. Intelegensi Visual-Spasial
Intelegensi visual-spasial merupakan kemampuan yang memungkinkan memvisualisasikan infoomasi dan mensintesis data-data dan konsep-konsep ke dalam metavor visual.
6. Intelegensi Interpersonal
Intelegensi interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain dilihat dari perbedaan, temperamen, motivasi, dan kemampuan.
7. Intelegensi Intrapersonal
Adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dari keinginan, tujuan dan system emosional yang muncul secara nyata pada pekerjaannya.
8. Intelegensi Naturalis.
Adalah kemampuan untuk mengenal flora dan fauna melakukan pemilahan-pemilahan utuh dalam dunia kealaman dan menggunakan kemampuan ini secara produktif misalnya untuk berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
9. Intelagensi Emosional.
Adalah yang dapat membuat orang bisa mengingat, memperhatikan, belajar dan membuat keputusan yang jernih tanpa keterlibatan emosi. Jadi intelegensi emosional disini berkaitan dengan sikap motivasi, kegigihan, dan harga diri yang akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan siswa.
10. Intelegensi Spiritual.
Adalah kemampuan yang berhubungan dengan pengakuan adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.
Kemampuan-kemampuan yang termasuk dalam sepuluh aspek kecerdasan majemuk ( multiple intelegensi ) yang dimiliki masing-masing orang tersebut diatas merupakan potensi intelektual seseorang untuk dapat mengikuti proses pembelajaran.

Jumat, 29 Juni 2012

Psikoanalisis Sosial Karen Horney





Karen Danielson dilahirkan di sebuah desa kecil tidak jauh dari Hamburg, sebelah utara Jerman. Ayahnya adalah seorang kapten kapal dengan berlatar belakang Norwegia, sedangkan ibunya adalah orang Belanda. Ny. Danielson berusia 17 tahun lebih muda dari suaminya dan wataknya sangat bertolak belakang dari suaminya. Ayah Horney adalah seorang yang taat beragama, bersifat menguasai dengan keras sekali, angkuh, sering murung, dan pendiam, sementara ibunya adalah seorang yang menarik, periang, dan berpikiran bebas. Ayahnya seringkali berada di laut dalam waktu lama, dan ketika berada di rumah, sifat menentang orangtua seringkali mengharuskannya untuk mengemukakan alasan-alasan.

Kita bisa melihat akar teori kepribadian Horney dari pengalaman masa kecilnya. Penulis biografi Horney, Jack Rubins, mencatat: “Teorinya merupakan hasil dari kepribadian dan lingkungan pergaulannya… yang disaring melalui kepribadiannya.” Hampir sepanjang masa kecil dan dewasanya, dia ragu jika orang tuanya, khususnya ayahnya, menginginkannya.
Horney muda mengagumi ayahnya dan sangat merindukan perhatian dan cinta kasihnya, tapi dia ditakut-takuti oleh ayahnya. Selalu teringat di benak Horney “mata biru ayahnya yang menakutkan” dan ketegangannya, sifat banyak menuntut. Pada tahun-tahun pertama Horney merasa ditolak oleh ayahnya. Ayahnya seringkali melontarkan komentar-komentar bernada meremehkan tentang penampilan dan intelegensinya. Dia merasa diremehkan dan tidak menarik, meskipun kenyataannya dia cantik.
Horney dekat dengan ibunya dan menjadi “putri pemuja,” sebagai cara untuk mendapatkan kasih sayang. Hingga usianya mencapai 8 tahun, Horney adalah seorang anak teladan, melekat dan selalu mengalah, “seperti seekor domba kecil,” tulisnya. Di tengah-tengah usahanya, dia masih saja tidak percaya bahwa dia telah memperoleh cinta kasih dan rasa aman yang dia butuhkan. Karena pengorbanan diri dan perilaku baik tidak berhasil, maka dia mengubah siasatnya.
Pada usia 9 tahun, Horney menjadi seorang anak yang ambisius dan suka melawan. Dia memutuskan bahwa jika dia tidak dapat memperoleh cinta kasih dan rasa aman, maka dia akan melakukan balas dendam kepada perasaan tidak menarik dan kurangnya. Beberapa tahun kemudian dia menulis, “Jika aku tidak bisa menjadi cantik, maka aku harus menjadi pandai.” Dia berjanji untuk selalu menjadi yang pertama di kelasnya. Ketika dewasa, dia menyadari betapa banyak rasa permusuhan yang telah dia bangun pada masa kecil. Teori kepribadian Horney menjelaskan bagaimana rasa cinta yang tidak terpenuhi pada masa kanak-kanak mendorong berkembangnya kecemasan dan permusuhan dasar.
Pada usia 12 tahun, setelah menjalani bermacam-macam perawatan untuk suatu penyakit dari seorang dokter, dia memutuskan untuk berkarier di bidang medis. Di tengah-tengah perlawanan kepada ayahnya dan perasaan tidak berharga serta putus asa, selama di SMU Horney berusaha keras untuk mewujudkan cita-citanya masuk sekolah medis. Ayahnya menolak mentah-mentah idenya, ketika dia mulai kuliah di Universitas Freiburg, ibunya meninggalkan ayahnya dan pindah.
Pada usia 24 tahun, pada 1909, Horney menikah dengan Oscar Horney, seorang pengacara dari Berlin. Waktu itu, dia mempunyai tiga anak dan ikut training psikoanalisis. Dia menerima analisis tentang dirinya dari murid kesayangan Freud, yang menyebut Horney dalam istilah-istilah yang menyala-nyala kepada sang guru.
Pada 1926, Horney dan suaminya berpisah, dan enam tahun kemudian dia pindah ke Amerika, pertama-tama bekerja di Chicago dan akhirnya menetap di New York. Di antara rekannya adalah Erich Fromm dan Harry Stack Sullivan. Selama beberapa tahun dia mengembangkan sebagian besar teorinya. Pada akhir hayatnya dia tertarik pada agama Budha Zen, dan dia telah menunjungi beberapa biara Zen di Jepang beberapa tahun sebelum meninggal.

Pandangan Horney
Menurut pandangan Karen Horney, manusia mengawali hidupnya dengan perasaan tidak berdaya menghadapi kekuatan dunia yang secara potensial penuh permusuhan (potentially hostile world) sehingga anak sepenuhnya bergantung pada orangtua agar dapat bertahan. Secara alami, anak mengalami kecemasan (anxiety), ketidakberdayaan (helpless) dan kerentanan (vulnerability) sehingga tanpa bimbingan dari orangtua dalam membantu anak belajar mengatasi ancaman dari luar dirinya, maka anak akan mengembangkan basic anxiety yang menjadi dasar dari tumbulnya konflik-konflik di masa mendatang.
Basic anxiety adalah konsep utama Horney, yang mengacu pada perasaan terisolasi dan tidak berdaya seorang anak dalam potentially hostile world. Secara umum, Horney menyatakan bahwa segala sesuatu yang menggangu rasa aman dalam hubungan anak dengan orangtuanya akan menghasilkan basic anxiety. Kecemasan dasar (basic anxiety) berasal dari rasa takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Kecemasan ini membuat individu yang mengalaminya yakin bahwa dirinya harus dijaga untuk melindungi keamanannya. Kecemasan ini juga cenderung direpres, atau dikeluarkan dari kesadaran, karena menunjukkan rasa takut bisa membuka kelemahan diri, dan menunjukkan rasa marah berisiko dihukum dan kehilangan cinta dan keamanan. Individu kemudian mengalami proses melingkar, yang oleh Horney dinamakan lingkaran setan (vicious circle). Dimulai sejak lahir, individu membutuhkan kehangatan dan kasih sayang untuk dapat menghadapi tekanan lingkungan. Apabila kehangatan dan kasih sayang tidak cukup diperoleh, maka individu menjadi marah dan muncul perasaan permusuhan karena diperlakukan secara salah. Tetapi kemarahan harus direpres agar perolehan cinta dan rasa aman yang tidak cukup itu tidak hilang sama sekali. Hal ini membuat perasaan menjadi kacau, maka munculah kecemasan dasar dan kemarahan dasar, yang semakin meningkatkan kebutuhan kasih sayang dan cinta. Hal ini kemudian juga meningkatkan kemungkinan akan semakin banyaknya kebutuhan kasih sayang yang tidak terpenuhi, sehingga semakin kuat pula perasaan marah yang timbul. Yang kemudian terjadi adalah perasaan permusuhan menjadi semakin kuat, dan represi harus semakin kuat dilakukan agar perolehan kasih sayang yang hanya sedikit itu tidak hilang. Tegangan perasaan kacau, marah, dan gusar semakin kuat, yang kemudian kembali menguatkan kecemasan dan kemarahan dasar, dan akan semakin parah apabila lingkaran tersebut terus menerus terjadi. Teori Horney tentang neurosis didasarkan pada konsep gangguan psikis yang membuat orang terkunci dalam lingkaran yang membuat tingkah laku tertekan dan tidak produktif terus menerus semakin parah.
Terdapat banyak faktor dalam lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya rasa tidak aman pada seorang anak, yaitu yang disebut oleh Horney sebagai basic evil, yang meliputi dominasi langsung maupun tidak langsung, pengabaian, penolakan, kurangnya perhatian terhadap kebutuhan anak, kurangnya bimbingan, penghinaan, pujian yang berlebihan atau tidak adanya pujian sama sekali, kurangnya kehangatan, terlalu banyak atau tidak adanya tuntutan tanggung jawab, perlindungan yang berlebihan, diskriminasi, dan lain sebagainya. Rasa tidak aman (insecure) membuat anak mengembangkan berbagai strategi untuk mengatasi perasaan-perasaan isolasi dan tak berdayanya. Ia bisa menjadi bermusuhan dan ingin membalas dendam terhadap orang-orang yang menolaknya atau berbuat sewenang-wenang terhadap dirinya. Anak juga bisa menjadi sangat patuh supaya mendapatkan kembali cinta yang dirasakannya telah hilang. Strategi lain adalah anak mengembangkan gambaran diri yang tidak realistik, yang diidealisasikan, sebagai kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferioritasnya.
Menurut Horney, terdapat sepuluh strategi yang merupakan konsekuensi pencarian solusi bagi hubungan yang terganggu antara anak dan orang tua yang disebut neurotic trends atau neurotic needs, yaitu:
1. Kebutuhan neurotik akan afeksi dan pengakuan.
2. Kebutuhan neurotik akan pasangan yang dapat mengurusi dirinya.
3. Kebutuhan neurotik untuk membatasi hidupnya secara sempit.
4. Kebutuhan neurotik akan kekuasaan.
5. Kebutuhan neurotik untuk mengeksploitasi orang lain.
6. Kebutuhan neurotik akan prestise.
7. Kebutuhan neurotik untuk dikagumi.
8. Kebutuhan neurotik untuk ambisi dan berprestasi.
9. Kebutuhan neurotik akan self-sufficiency dan kemandirian serta
10. Kebutuhan neurotik akan kesempurnaan dan ketaktercelaan.
Selanjutnya, Horney mengklasifikasikan sepuluh kebutuhan tersebut menjadi tiga orientasi menghadapi dunia, yaitu:
1. moving toward people (kebutuhan nomor: 1,2,3)
2. moving against people (kebutuhan nomor: 4,5,6,7,8)
3. moving away from people (kebutuhan nomor: 9,10)
Orang-orang yang berorientasi moving toward people memiliki ciri-ciri seperti menganggap orang lain mempunyai arti yang sangat penting dalam hidupnya, mempunyai sikap tergantung pada orang lain, ingin disenangi, dicintai dan diterima, bersikap intrapunitif (suka menghukum/ menyalahkan diri sendiri) serta mengorbankan diri sendiri dan tidak individualistis. Bagi orang yang berorientasi moving against people mempunyai ciri-ciri seperti bersikap agresif, oposisional (bertentangan dengan orang lain), ingin menguasai dan menindas orang lain, tidak pernah memperlihatkan rasa takut maupun rasa belas kasihan serta menjalin hubungan dengan orang lain berdasarkan pertimbangan untung dan rugi. Sementara untuk orang yang memiliki orientasi moving away from people, mempunyai ciri-ciri seperti menjauh atau lari dari realitas, tidak mau mengadakan keterlibatan emosi dengan orang lain baik dengan mencintai, berkelahi atau berkompetisi dan individu ini selalu berusaha agar bisa hidup tanpa orang lain dan benar-benar tidak ingin tergantung pada orang lain. Ketiga orientasi di atas ada dalam diri tiap orang karena ketiga sikap ini ada dalam lingkungan sosial atau masyarakat dimana sikap itu berkembang. Pada orang-orang yang normal, ketiga orientasi tersebut dapat berjalan secara seimbang dan fleksibel dimana ketiga orientasi ini dapat saling mengisi satu sama lain dan dapat menjadi sesuatu yang harmonis. Sementara pada orang-orang neurotik, ketiga orientasi ini berjalan secara kaku dimana mereka hanya menggunakan salah satu orientasi sehingga tidak produktif dan menghambat orang tersebut memenuhi potensi-potensinya.
Horney tidak mengabaikan faktor intrapsikis dalam perkembangan kepribadian. Menurutnya, proses intrapsikis semula berasal dari pengalaman hubungan antar pribadi, yang sesudah menjadi bagian dari sistem keyakinan, proses intrapsikis itu mengembangkan eksistensi dirinya terpisah dari konflik interpersonal. Untuk dapat memahami konflik intrapsikis yang sarat dengan dinamika diri, Horney memaparkan empat macam konsep diri, yaitu diri rendah (despised real self), diri nyata (real self), diri ideal (ideal self), dan diri aktual (actual self). Konflik intrapsikis yang yang terpenting adalah antara gambaran diri ideal dengan diri yang dipandang rendah. Membangun diri-ideal adalah usaha untuk memecahkan konflik dengan membuat gambaran bagus mengenai diri sendiri. Diri rendah adalah kecenderungan yang kuat dan irasional untuk merusak gambaran nyata diri. Ketika individu membangun gambaran diri ideal, gambaran diri nyata dibuang jauh-jauh. Ini menimbulkan keterpisahan yang semakin jauh antara diri nyata dengan diri ideal, dan mengakibatkan pengidap neurotik membenci dan merusak diri aktualnya, karena gambaran diri aktual itu tidak bisa disejajarkan dengan kebanggaan gambaran diri ideal. Kebanggaan neurotik adalah kebanggaan yang semu, bukan didasarkan akan pandangan diri yang realistis, tetapi didasarkan pada gambaran palsu dari diri ideal. Kebanggaan neurotik didasarkan pada gambaran diri ideal dan biasanya diumumkan keras-keras dalam rangka melindungi dan mendukung pandangan kebanggaan akan diri sendiri. Orang neurotik memandang dirinya sebagai orang yang mulia, hebat dan sempurna, sehingga kalau orang lain tidak memperlakukan mereka dengan pertimbangan khusus, orang itu menjadi sedih.

animation